Friday, 2 November 2018

Duitku

Aku sangat paham sekarang,  ketika perempuan  menuntut persamaan hak.
Mereka ingin tetap bekerja  mandiri  meski sudah berkeluarga. Bahkan ada yang memisahkan hartanya ketika menikah.  Pemahaman ini sulit diterima jika kita belum merasakan betapa berat menjadi posisi istri yang di notabene ibu rumah tangga. Bahkan ketika  istei suatu saat bisa berkarya  pun... Semua masih notabene berasal dari modal suami tetap posisi  sulit.
Apa yg diharapkan perempuan  bekerja?  Harta?  Duit? 
Bukan itu semua,  mereka  hanya ingin sedikit  kebebasan  dan ruang privasi finansial  yang lepas dari uang belanja keluarga.  Mereka  ingin  melakukan  sesuatu  yg membutuhkan uang tanpa ada beban.  Karena  ini sempurna  hasil kerjanya.  Tidak semua harus dilaporkan,  diawasi dan dipertanyakan.
Bahkan untuk  sekedar  berderma sama kalipun.  Aku ingin bebas beli baju,  kosmetik,  kado jajan,  atau sekedar  berkomunitas.
Tp usaha  yg dibuat setelah berstatus jd istri pun tidak bisa leluasa.
Mungkin paling pas... Istri harus kerja yang dapat bayaran bernota.
Jelas jumlahnya bisa diitung  dan dibaca.
Inilah harta saya,  duit
saya,  milik saya...
Bahkan sedikit harta yang  dia pubya sewaktu  awal menikahpyn sudah habis untuk  biaya runah tangga.... Apa pernah diperhitungkan?
Memang... Perempuan  tidak bekerja.  Seakan hanya badan yg dia punya,  kerja tanpa digaji.. Hanya makan  dan sekedar pakaian diberi.
Lebih kaya pembantu  saya.. Tiap bulan punya gaji.
Wahai putriku.. Jadilah perempuan  mandiri.  Tetapkan  hatimu.. Bahwa kau punya harta sendiri lepas dr suamimu,  agar ibumu kelak tak rikuh merepotkanmu.
Yang paling penting.. Kamu masih memiliki hak atas dirimu sendiri. Harga diri,  ketenangan  hati  dan kepercayaan diri. Karena  bahagia  itu tidak sederhana  kata orang.  Bahagia  itu ketika  kita  terikat  tp dihargai sebagai diri kita sendiri.  Saling menghargai  tanpa ada intervensi

No comments:

Post a Comment